nang
Blog Universitas Komputer Indonesia

dampak konvergensi media

MEMAHAMI KONVERGENSI MEDIA (MEDIA CONVERGENCE)
 
 Apakah konvergensi media itu?
 
 Kata “konvergensi” sering digunakan untuk merujuk ke berbagai proses yang berbeda, sehingga terkadang menimbulkan kebingungan. Konvergensi media adalah penggabungan atau menyatunya saluran-saluran keluar (outlet) komunikasi massa, seperti media cetak, radio, televisi, Internet, bersama dengan teknologi-teknologi portabel dan interaktifnya, melalui berbagai platform presentasi digital.
 
 Dalam perumusan yang lebih sederhana, konvergensi media adalah bergabungnya atau terkombinasinya berbagai jenis media, yang sebelumnya dianggap terpisah dan berbeda (misalnya, komputer, televisi, radio, dan suratkabar), ke dalam sebuah media tunggal.
 
 Gerakan konvergensi media tumbuh berkat adanya kemajuan teknologi akhir-akhir ini, khususnya dari munculnya Internet dan digitisasi informasi. Konvergensi media ini menyatukan ”tiga-C” (computing, communication, dan content).
 
 Jika dijabarkan di level perusahaan, maka konvergensi ini menyatukan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang informasi (komputer), jejaring telekomunikasi, dan penyedia konten (penerbit buku, suratkabar, majalah, stasiun TV, radio, musik, film, dan hiburan).
 
 Berilah contoh sederhana tentang konvergensi media!
 
 Contoh yang mudah kita lihat adalah salah satu produknya, sebagai hasil perkembangan terkini pada teknologi mobile. Handphone yang Anda miliki sekarang bisa melakukan fungsi kalkulator, juga bisa untuk menonton siaran TV, mendengarkan siaran radio, membaca suratkabar online, menerima dan mengirim e-mail, memotret, merekam suara, merekam gambar video, selain tentunya untuk menelepon dan mengirim SMS.
 
 Pengombinasian fungsi-fungsi dari beberapa piranti ke dalam satu mekanisme ini disebut juga konvergensi piranti (device convergence).
 
Tolong dijabarkan lebih lanjut, seperti apa sebetulnya konvergensi media itu?
 
 Konvergensi media memungkinkan para profesional di bidang media massa untuk menyampaikan berita dan menghadirkan informasi dan hiburan, dengan menggunakan berbagai macam media.
 
 Komunikasi yang sudah dikonvergensikan menyediakan berbagai macam alat untuk penyampaian berita, dan memungkinkan konsumen untuk memilih tingkat interaktivitasnya, seraya mereka bisa mengarahkan sendiri penyampaian kontennya.
 
 Konvergensi media memungkinkan audiens (khalayak) media massa untuk berinteraksi dengan media massa dan bahkan mengisi konten media massa. Audiens sekarang dapat mengontrol kapan, di mana dan bagaimana mereka mengakses dan berhubungan dengan informasi, dalam berbagai jenisnya.
 
 Jurnalisme konvergensi melibatkan kerjasama antara jurnalis media cetak, media siar, dan media Web (online) untuk menghasilkan berita terbaik yang dimungkinkan, dengan menggunakan berbagai sistem penyampaian (delivery).
 
 Konvergensi telah terjadi pada dua aspek utama: teknologi dan industri.
 
 Pada aspek teknologi: Konten kreatif telah dikonversikan ke dalam bentuk–bentuk digital standar-industri, untuk disampaikan melalui jejaring pita lebar (broadband) atau tanpa-kabel (wireless), untuk ditampilkan di berbagai komputer atau piranti-piranti seperti-komputer, mulai dari telepon seluler sampai PDA (personal digital assistant), hingga ke alat perekam video digital (DVR, digital video recorder) yang terhubung ke pesawat televisi.
 
 Pada aspek industri: Perusahaan-perusahaan yang melintasi spektrum bisnis, mulai dari perusahaan media ke telekomunikasi sampai teknologi, telah menyatu dan membentuk aliansi-aliansi strategis, untuk mengembangkan model-model bisnis baru, yang dapat meraih keuntungan dari ekspektasi konsumen yang sedang tumbuh terhadap konten media yang disesuaikan dengan permintaan (on-demand).
 
 Sejumlah analis industri memandang, konvergensi media ini menandai memudarnya ”media lama” seperti media cetak dan media siar, serta bangkitnya ”media baru,” yang perkembangannya masih berlangsung dinamis saat ini.
 
 Coba jelaskan makna konvergensi media sebagai sebuah strategi ekonomi!
 
 Konvergensi media adalah sebuah strategi ekonomi, di mana perusahaan-perusahaan komunikasi mencari keuntungan finansial, dengan mengupayakan agar berbagai media yang mereka miliki bisa bekerja bersama. Strategi ini merupakan produk dari tiga unsur:
 
 Pertama, konsentrasi perusahaan, di mana jumlah perusahaan besar semakin sedikit, tetapi tiap perusahaan itu justru memiliki semakin banyak properti media.
 Kedua, digitisasi (digitization), di mana konten media diproduksi dalam bahasa komputer yang universal, sehingga dengan demikian mudah diadaptasikan untuk digunakan di media apapun.
 
 Ketiga, deregulasi pemerintah, yang semakin memberi kelonggaran pada konglomerasi media untuk memiliki berbagai jenis media (misalnya, stasiun TV, radio, dan suratkabar) di pasar yang sama. Deregulasi ini mengizinkan perusahaan pembawa konten (seperti, pemasok TV kabel) untuk menguasai penghasil konten (misalnya, saluran-saluran TV khusus).
 
 Strategi ini memungkinkan perusahaan untuk mengurangi biaya tenaga kerja, administratif, dan material, serta boleh menggunakan konten media yang sama melintasi berbagai saluran keluar (outlet) media.
 
 Juga, untuk menarik iklan yang semakin meningkat, dengan menawarkan transaksi paket (package deal) dan belanja satu-tempat (one-stop shopping) kepada para pengiklan bagi sejumlah platform media. Ditambah lagi, untuk meningkatkan pengenalan merek (brand recognition) dan loyalitas merek (brand loyalty) di kalangan audiens lewat promosi-silang (cross-promotion) dan penjualan-silang (cross-selling).
 
 Pada saat yang sama, mereka secara signifikan meninggikan tembok penghalang bagi para pelaku bisnis baru yang mencoba masuk ke pasar media, dan dengan demikian membatasi kompetisi terhadap perusahaan-perusahaan yang sudah berkonvergensi.
 
 Berilah contoh konvergensi perusahaan (corporate convergence)!
 
 Secara historis, perusahaan-perusahaan komunikasi sebenarnya telah lama membentuk rantai kepemilikan suratkabar dan jejaring stasiun-stasiun radio dan TV, untuk mewujudkan banyak keuntungan dari sinergi tersebut. Dalam hal ini, konvergensi dapat dipandang sebagai ekspansi dan intensifikasi, yang berangkat dari logika berpikir yang sama.
 
 Tren konvergensi dimulai pada tahun 1980-an dengan sinergi. Perusahaan-perusahaan yang merupakan penyedia konten, seperti studio film dan perusahaan rekaman, membeli saluran-saluran distribusi, seperti TV kabel. Dengan munculnya teknologi digital, sinergi ini lalu berubah menjadi konvergensi, sebuah visi tentang satu perusahaan yang menyediakan semua layanan yang bisa dibayangkan.
 
 Contoh terbesar konvergensi perusahaan adalah merger tahun 2001, antara ”media baru” AOL (American Online) dengan ”media lama” Time Warner. Pada saat itu, merger tersebut tampaknya merupakan ide yang baik. Hampir 60 persen rumah tangga Amerika memiliki komputer, dan setiap orang memiliki televisi.
 
 Para pendukung konvergensi, yang sangat antusias, membayangkan masa depan di mana setiap rumah tangga akan memiliki koneksi pita-lebar berkecepatan tinggi ke Internet, yang menyediakan TV interaktif, video sesuai-permintaan, majalah online, e-mail, dan jelajah Web (Web surfing).
 
 Time Warner menguasai konten, dengan deretan majalah, film, dan program-program televisi yang dimilikinya. Sedangkan AOL memiliki saluran ke lebih dari 20 juta tempat tinggal di Amerika. Namun, merger itu kemudian menjadi bencana ketika harga saham perusahaan jatuh lebih dari 60 persen dalam tahun-tahun berikutnya. Kerugiannya begitu besar, sehingga ”AOL” secara resmi dihapus dari nama perusahaan pada 2003.
 
 Mengapa konvergensi perusahaan tersebut gagal?
 
 Salah satu alasannya bersifat teknis. Orang Amerika ternyata lamban dalam mengadopsi koneksi pita-lebar berkecepatan tinggi, yang diperlukan untuk terjadinya konvergensi. Alasan lain adalah pemilihan waktu yang tidak tepat. Merger itu terjadi tak lama sebelum saham-saham perusahaan yang terkait dengan Internet berguguran, sehingga menguras habis modal potensial yang dibutuhkan untuk memajukan proses ke arah konvergensi yang diidamkan.
 
 Faktor ketiga, terkait dengan kekeliruan dalam membaca psikologi konsumen. Hanya karena seseorang bisa terkoneksi ke Internet melalui AOL, tidaklah lantas berarti ia ingin menyaksikan liputan CNN atau menonton film-film Warner Brothers atau membaca majalah Time. Tidak ada hubungan mendasar antara konten dan saluran distribusi.
 
 Jenis konvergensi lain adalah konvergensi operasional. Bagaimana hal itu terjadi?
 
 Konvergensi operasional terjadi ketika pemilik dari beberapa properti media dalam satu pasar mengombinasikan operasi-operasi media yang terpisah tersebut ke dalam satu usaha tunggal. Misalnya, di Florida, Amerika, saluran berita televisi WFLA, suratkabar Tampa Tribune, dan media online TBO.com mengoperasikan sebuah departemen pemberitaan (news) yang terkonvergensi.
 
 Di Lawrence, Kansas, Amerika, konvergensi terjadi ketika Lawrence Journal-World mengombinasikan fungsi-fungsi pelaporan berita dari suratkabar, situs web suratkabar tersebut, dan saluran berita kabel lokalnya. Jika peraturan kepemilikan silang media terus diperlonggar, tren konvergensi operasional semacam ini mungkin akan terus meningkat.
 
 Apa untung-ruginya konvergensi operasional?
 
 Keuntungan dari konvergensi jenis ini cukup jelas. Ia menghemat uang karena –ketimbang mempekerjakan staf pemberitaan yang terpisah untuk setiap media—pengoperasian bisa lebih murah ketika mempekerjakan reporter yang sama untuk tiga media sekaligus: suratkabar, situs Web, dan stasiun TV. Sebagai tambahan, setiap media itu bisa mempromosikan mitra-mitra medianya. TV berita dapat mendorong pembaca untuk mengunjungi situs web atau membeli suratkabarnya (versi cetak).
 
 Tentu saja, ada sisi yang memberatkan juga. Reporter yang dipekerjakan memerlukan tambahan pelatihan untuk bisa menguasai berbagai media. Hal ini menimbulkan beberapa kontroversi di kalangan reporter media cetak, yang enggan disuruh membawa-bawa kamera video dan perekam suara, sebagai bagian dari peralatan liputan.
 
 Lebih lanjut, banyak juga pengeritik yang khawatir bahwa pengoperasian yang terkonvergensi ini berarti berkurangnya independensi dan keragaman bentuk jurnalisme. Beberapa di antara mereka menyimpulkan, walaupun konvergensi operasional mungkin bagus untuk perusahaan-perusahaan media, itu mungkin tidak bagus buat konsumen media. ***
Pesatnya perkembangan teknologi sekarang ini, mau tak mau menuntut para produsen berlomba-lomba menjadi yang pertama. Dahulu orang masih menggunakan web 1.0 yang tidak memugkinkan komunikannya melakukan umpan balik. Informasi yang diberikan bersifat one to many. Kemudian berkembanglah konsep baru yang diperkenalkan oleh O’Reilly dan MediaLive International yang mengeluarkan aplikasi bernama web 2.0 yang menjadi salah satu cirinya adalah adanya aspek kolaborasi dan partisipasi di dalamnya. Dan kini perkembangan selanjutnya adalah web 3.0 dimana mesin komputer telah memiliki sistem pengayaan informasi otomatis.Kecepatan informasi menjadi hal yag penting bagi komunikan. Tren baru yang berkembang adalah dengan menggabungkan berbagai media, yakni media tradisional dengan media dengan teknologi baru. Penggabungan kedua teknologi inilah yang dinamakan dengan konvergensi. Salah satu ciri dari konvergensi adalah ketika komunikan dapat menjadi komunikator, pun sebaliknya, seorang komunikator dapat menjadi komunikan. Setiap orang dapat menjadi jurnalis untuk membagi informasinya kepada khalayak.

Efek adanya konvergensi dipahami sebagai praktik jika berbagi dan mempromosikan konten dari lintas berbagai media dan mengandung kolaborasi ruang berita adalah dengan maraknya jurnalisme online. Bentuk komunikasi konvensional one to many menjadi gugur. Setiap orang dapat menjadi sumber (komunikator) atas berbagai macam informasi. Bentuk komunikasinya menjadi many to many. Dengan adanya konsep many to many setiap orang dapat memilih dan memilah informasi sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Semua orang yang memberikan informasi ini, tidak hanya menyebabkan banjir berita tapi -meminjam istilah Phil.Hemin- juga terkena musibah tsunami informasi.

Dengan adanya konvergensi, informasi yang diterima menjadi semakin berwarna. Satu pesan dapat dikemas dalam berbagai macam perspektif. Beda halnya dengan jaman dahulu ketika orang belum mempunyai media alternatif untuk megkonfiemasi kebearan berita, orang vcenderung mempunyai pemahaman yang seragam. Tidak adanya media alternatif yang dapat diakses oleh masyarakat menyebabkan keseragaman frame of reference yang kebenarannya patut dipertanyakan. Misalnya saja, banyak masyarakat yang percaya bahwa Indonesia dijajah selama 350 tahun oleh kolonial Belanda. Sejarawan Universitas Indonesia Prof Taufik Abdullah mengatakan, orang-orang Belanda pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1552 di bawah pimpinan Cornelius de Houtman yang mendarat di salah satu pelabuhan dan pusat kekuasaan di Nusantara saat itu, yakni Banten.

Kolonialisme Belanda berakhir pada tahun 1942 ketika Hindia Belanda diserbu dan diduduki oleh bala tentara Jepang. Logikanyaadalah tidak mungkin jika Belanda langsung berkuasa ketika mereka baru saja datang di Banten. Ironi dalam mitos yang dianggap sejarah itu juga berlanjut pada abad ke-17 yang boleh dikatakan sebagai zaman ketika berbagai kerajaan di Kepulauan Nusantara diperintah oleh raja-raja besar dan berkuasa misalnya seperti Sultan Iskandar Muda (1607-1636), yang meluaskan kekuasaannya ke tanah Semenanjung dan Pantai Barat Sumatera, demikian juga dengan Sultan Agung yang meluaskan kekuasaannya ke seluruh Jawa, kecuali Banten dan Batavia. Begitu juga dengan Raja Tallo yang sekaligus menjabat Perdana Menteri Kerajaan Gowa dan Sultan Hasanuddin, Raja Gowa (1653-1669). Jelaslah tak adapat dipahami kolonial Belanda memerintah, padahal raja-raja Nusantara memililiki kekuasaan yang cukup besar saat itu.(forum.kompas.com)

Konvergensi juga dapat dilihat sebagai jendela kesempatan bagi media tradisional untuk menyelaraskan diri dengan teknologi abad ke-21. Digitalisasi dari media dan teknologi informasi adalah dorongan utama di balik konvergensi. Buku Robinson, Communications for Tommorow menekankan kemajemukan berbegai teknologi ketimbang konvergensinya. Sebagaimana dikemukakakn Robinson sendiri, inti masalah kebijakam komunikasi adalah sebuah skema kontrol sosial dari struktur dan kinerja industri komunikasi: pembawa yang umum, yang khusus, jaringan pertambahan nilai, fasilitas dan jasa satelit, perlengkapan telekomuniasi, siaran televisi dan radio, TV kabel, TV bayaran, citizen band mobile radio dan lain sebagainya. Broadcasting sedang menuju sebuah konteks teknis yang baru sebelum digitalisasi itu menjadi sebuah kata kunci. (Burke, 2006)

Manusia semakin dimanjakan dengan adanya teknologi, ada baiknya kita menjadi komunikan yang cerdas dalam memilah dan memilih informasi. Konvergesi hanyalah masalah packing yang berbeda, bagaimana teknologi yang lama disatukan dengan teknologi baru yang lebih canggih dan modern demi mengiuti perkembangan jaman. Pada akhirnya menggunakan tekhnoligi adalah tergantung pada diri pengguna, apakah teknologi akan dimanfaatkan untuk menambah field of experience yang positif, atau sebaliknya.
 
Format Lainnya : PDF | Google Docs | English Version
Diposting pada : Senin, 03 Desember 12 - 20:37 WIB
Dalam Kategori : KONVERGENSI MEDIA
Dibaca sebanyak : 9087 Kali
Tidak ada komentar pada blog ini...
Anda harus Login terlebih dahulu untuk mengirim komentar
Facebook Feedback